PERMASALAHAN DALAM
PRAGMATIK
A.
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi dan memiliki
daya ekspresi dan dan informatif yang besar. Bahasa sangat dibutuhkan oleh
manusia karena dengan bahasa manusia bisa menemukan kebutuhan mereka dengan
cara berkomunikasi antara satu dengan lainnya. Sebagai anggota masyarakat yang
aktif dalam kehidupan sehari-hari, di dalam masyarakat orang sangat bergantung
pada penggunaan bahasa. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa “di mana ada
masyarakat di situ ada penggunaan bahasa.” Dengan kata lain, di mana aktivitas
terjadi, di situ aktivitas bahasa terjadi pula.
Permasalahan
yang muncul dalam bidang pragmatik meliputi permasalahan dalam konteks tuturan,
sesuai dengan pengertian pragmatik yang mempelajarai mengenai tindak tutur
dalam berkomunikasi penggunaan bahasa dan konteks tuturan. Penggunaan bahasa di
sini menyangkut fungsi bahasa (language functions).
1.
Apakah pengertian dari
pragmatik ?
2.
Bagaimana perkembangan
sejarah pragmatik ?
3.
Apa saja objek kajian
pragmatik ?
4.
Apa saja permasalahan
dalam pragmatik ?
B. PEMBAHASAN
1. Definisi Pragmatik
Definisi
pragmatik paling tua dikemukakan oleh Morris (1938) dalam Rustono (1999:1),
pencetus pertama bidang kajian ini. Menurut beliau, pragmatik adalah cabang
semiotik yang mempelajari relasi tanda dan penafsirannya. Jadi pragmatik
merupakan bagian ilmu tanda atau semiotik, kekhususan bidang ini adalah
penafsiran atas tanda atau bahasa. Kekhususan bidang ini tidak sama dengan kekhususan
bidang sintaksis dan semantik sebagai bagian semiotik lain.
Yule
(1996:3) mendefinisikan pragmatik sebagai studi tentang makna yang disampaikan
oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca).
Menurut
Levinson (1983:9) dalam Rustono (1999:2), ilmu pragmatik ialah kajian dari
hubungan antara bahasa dan konteks yang mendasari penjelasan pengertian
bahasa”. Di sini, “pengertian/pemahaman bahasa” merujuk kepada fakta bahwa
untuk mengerti sesuatu ungkapan/ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di
luar makna kata dan hubungan tata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks
pemakaiannya.
Pragmatik
sebenarnya merupakan bagian dari ilmu tanda atau semiotics atau semiotika.
Pemakaian istilah pragmatik (pragmatics) dipopulerkan oleh seorang
filosof bernama Charles Morris (1938), yang mempunyai perhatian besar
pada ilmu pengetahuan tentang tanda-tanda, atau semiotik (semiotics).
Leech
(1983) dalam Rustono (1999:1-2) juga berpendapat bahwa pragmatik itu kajian
komunikasi linguistik menurut prinsip-prinsip percakapan, salah satu prinsip
percakapan itu, yaitu prinsip kerjasama. Relevansi pengaitan kajian pragmatik
dengan prisnip percakapan ini berupa kenyataan bahwa maksud ekspresi penutur dapat
dikendalai oleh prinsip ini. Pelanggaran prinsip percakapan menyebabkan
terjadinya perbedaan antara apa yang dikatakan penutur dan apa yang
dimaksudkan.
- Sejarah Perkembangan Pragmatik
Sampai saat ini, kajian pragmatik sangat dikenal dalam
dunia linguistik. Meskipun sebelumnya, di era 70-an banyak para linguis yang
memperlakukan diskriminatif terhadap kajian pragmatik ini bahkan hampir tidak
pernah membahasnya. Namun pada saat ini, banyak para linguis yang berpandangan
bahwa mustahil bagi pemakai bahasa dapat mengerti secara baik sifat-sifat
bahasa yang mereka gunakan dalam berkomunikasi tanpa mengerti hakikat
pragmatik, yaitu bagaimana bahasa sebagai alat komunikasi dapat digunakan
sebagaimana mestinya.
Pragmatik mulai berkembang pada tahun 1971, yang ditandai
dengan diterbitkannya Journal of Pragmatics yang memuat
persoalan-persoalan pragmatik. Sebuah organisasi bernama IPRA (International
Pragmatics Association) didirikan, dan beberapa konferensi tentang masalah
pragmatik diselenggarakan.
Disamping itu, terdapat sejumlah motivasi yang
menyebabkan berkembangnya teori pragmatik. Salah satu yang paling penting
adalah kemungkinan bahwa pragmatik dapat menyebabkan penyederhanaan semantik.
Harapan ini didasarkan pada kenyataan bahwa prinsip-prinsip pragmatik
penggunaan bahasa dapat lebih memahami makna ujaran yang tidak dapat secara
tuntas dapat dipahami dari makna harfiahnya (semantics) saja. Faktor
lain yang bersifat substansial adalah adanya kesenjangan antara teori bahasa
yang berkenaan dengan pembentukan sejumlah rumus/pola tertentu untuk dapat
menghasilkan kalimat-kalimat yang jumlahnya tidak terbatas, orang mungkin
berkesimpulan bahwa teori tersebut dapat memberikan pencerahan tentang
bagaimana berkomunikasi dengan menggunakan bahasa.
Selanjutnya, menurut Rustono (1999:13) kajian bidang
pragmatik di Indonesia dinyatakan masih amat terbatas. Implikatur percakapan
sebagai fenomena terpenting di dalam bidang ini baru diteliti beberapa orang.
Penelitian yang telah dilakukan itu pun belum memadai sebagai karya pragmatik
yang mendalam.
- Permasalahan dalam Pragmatik
Pada uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa
pragmatik mengacu pada kajian penggunaan bahasa yang berdasarkan pada konteks.
Bidang kajian yang berkenaan dengan hal itu yang kemudian lazim disebut bidang
kajian pragmatik adalah tindak tutur, deiksis, praanggapan, dan implikatur
percakapan.
3.1.
Tindak Tutur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar