SELAMAT DATANG DI BLOG ARDI SETIA

Selasa, 26 November 2013

Semantik BI: Analisis Penggunaan Gaya Bahasa Perbandingan

ANALISIS PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERBANDINGAN PADA CERPEN “JANDA” DALAM MAJALAH MUTIARA

(LANGUAGES COMPARATIVE ANALYSIS OF THE USE OF FORCE IN THE SHORT STORY "JANDA" IN MUTIARA MAGAZINE)

Oleh/ By:
Ardi Setiyawan
Semester 4A Prodi PBSI-FPBS-IKIP PGRI Semarang
Jalan Sidodadi Timur Nomor 24, Semarang
Pos-el: ardi_setiawan89@yahoo.com
setiyawanardi@rocketmail.com

ABSTRAK
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Supaya komunikasi dapat efektif, pembicara (penulis) selain harus menghayati apa yang harus dikemukakannya ia juga harus terampil menggunakannya. Ia bukan harus menguasai tata bahasanya tetapi juga harus peka terhadap gaya bahasa yang dipilihnya. Dalam cerpen atau majalah banyak kita jumpai ragam gaya bahasa. Cerpen dalam majalah tidak hanya sekadar memberikan sebuah informasi, akan tetapi cerpen atau majalah juga bisa menjadi media pembelajaran gaya bahasa bagi para pembaca. Secara tidak sadar bahasa yang ada dalam cerpen atau majalah dapat mempengaruhi tingkat perkembangan bahasa seseorang, khususnya pengetahuan tentang gaya bahasa. Menyadari pentingnya pemahaman gaya bahasa dalam cerpen atau majalah, maka penulis mencoba meneliti penggunaan gaya bahasa dalam cerpen, khususnya gaya bahasa perbandingan pada cerpen Janda dalam majalah Mutiara edisi 334 (10 April-23 April 1985).

Kata kunci: gaya bahasa perbandingan, bahasa indah, cerita pendek


ABSTRACT
Style of language is a beautiful language that is used to enhance the effect by introducing and comparing it to an object or a particular object or anything else that is more common. In brief, the use of certain language style may change and cause a certain connotation. So that communication can be effective, the speaker (writer) but must live up to what should be put forward it must also be skilled at using it. He is not to master the grammar, but also be sensitive to the style that is chosen. In a short story or magazine we have encountered many kinds of style. Short stories in magazines is not just providing an information, but short stories or magazine can also be a medium of learning style of language for the readers. Are not aware of the languages ​​on the short story or magazine can affect a person's level of language development, especially knowledge of the language style. Recognizing the importance of understanding the language style of the short story or magazine, the author tries to examine the use of style in the story, especially stylistic comparison of the short stories in Mutiara magazine edition of 334 (10 April-23 April 1985).

Keywords: comparison of style, beautiful language, short story

1. PENDAHULUAN
Secara singkat dapat dikatakan bahwa “gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun, dan menarik (Keraf, 1985: 113). Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa.
Pemakaian kata-kata yang kabur dan tak terarah, serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit adalah jalan untuk mengundang ketidakjujuran. Sedangkan yang dimaksud dengan sopan santun adalah memberi hormat atau menghormati yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca. Rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan kesingkatan. Menyampaikan sesuatu secara singkat dan jelas berarti  tidak membuat pembaca dan pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang ditulis atau katakan.
Fungsi penggunaan gaya bahasa yaitu bila dilihat dari fungsi bahasa, penggunaan gaya bahasa termasuk ke dalam fungsi puitik yaitu menjadikan pesan lebih berbobot. Pemakaian gaya bahasa yang tepat (sesuai dengan waktu dan penerima yang menjadi sasaran) dapat menarik perhatian penerima. Sebaliknya, bila penggunaannya tidak tepat, maka penggunaan gaya bahasa akan sia-sia belaka, bahkan mengganggu pembaca.

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun sumber datanya adalah cerpen berjudul Janda karya Kasta dalam majalah Mutiara.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah teknik simak dan catat. Dalam teknik simak dan catat, peneliti sebagai instrument kunci melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data. Selanjutnya data yang relevan diambil beserta konteks kalimatnya.
Data diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan teori Henry Guntur Tarigan. Selanjutnya, data dimaknai agar memiliki hubungan dengan temuan-temuan yang diperoleh.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Gaya Bahasa
Gaya bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau menulis; pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek tertentu; keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra; cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan (Depdiknas, 2007:340).
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Secara singkat (Guntur Tarigan, 1985:5) mengemukakan bahwa gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak atau pembaca. 
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa adalah pengaturan kata-kata oleh penulis dalam mengekspresikan ide, gagasan, dan pengalamannya untuk mempengaruhi dan meyakinkan para pembaca.
Bahasa dalam cerpen kadang menggunakan bahasa yang “bersayap,” cenderung konotatif dan ambigu (bermakna lebih dari satu). Bahasa ambigu membuat koran menjadi tidak kering.

3.2. Jenis-Jenis Gaya Bahasa
Dalam kaitannya dengan gaya bahasa yang berlaku di Indonesia, gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandang. Guntur Tarigan (1985:5-6) membedakan gaya bahasa menjadi empat, yaitu: (1) gaya bahasa perbandingan, (2) gaya bahasa pertentangan, (3) gaya bahasa pertautan, dan (4) gaya bahasa perulangan.
Akan tetapi yang fokus  terhadap gaya bahasa dalam pembahasan ini adalah pada gaya bahasa perbandingan.
Menurut Henry Guntur Tarigan, gaya bahasa perbandingan mencakup sepuluh jenis, antara lain: (1) perumpamaan, (2) merafora, (3) personifikasi, (4) depersonifikasi, (5) alegori, (6) antitesis, (7) pleonasme dan tautologi, (8) perifrasis, (9) antisipasi, dan (10) koreksio.

3.3. Deskripsi penggunaan gaya bahasa perbandingan dalam cerpen “Janda”
Sesuai dengan namanya, gaya bahasa perbandingan mencoba membandingkan dua hal yang sama atau dua hal yang berbeda. Dengan gaya bahasa perbandingan, kita akan mengetahui unsur-unsur apa saja yang dianggap sama, dan unsur-unsur apa pula yang dianggap berbeda atau bahkan bertentangan satu sama lain.
Berdasarkan hasil analisis, maka gaya bahasa perbandingan yang terdapat pada cerpen “Janda” dalam majalah Mutiara edisi 334 (10 April-23 April 1985) adalah:
a.    Perumpamaan
Gaya bahasa perumpamaan adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berbeda sehingga dianggap memiliki unsur-unsur persamaan yang diantara keduanya. Dalam bahasa latin, perumpamaan disebut simile yang bermakna seperti. Menyebut sesuatu dengan seperti, berarti sifat-sifat atau ciri-ciri pokok yang melekat pada sesuatu yang akan dibandingkan, seolah disamakan sehingga menjadi tidak tampak.
Contoh dalam cerpen Janda:
Biar lambat asal selamat.
artinya:  Mengutamakan keselamatan dalam mencapai tujuan atau sesuatu yang sudah pasti jangan digesa-gesakan agar hasil yang diperoleh lebih baik lagi.

b.    Metafora
Metafora adalah pemakain kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan (Poerwadarminta, 1976:648). Metafora adalah sejenis gaya bahasa perbandingan yang singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua gagasan. Gagasan yang pertama adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, sesuatu yang menjadi objek. Gagasan yang kedua merupakan pembanding terhadap kenyataan pertama tersebut (Tarigan, 1983:14: 1985:183).
Contoh dalam cerpen Janda:
-          Memasuki meja perjudian, saya jelas ingin keluar sebagai pemenang.
artinya: pertaruhan mengadu untung
-          … dengan gampang menyalakan lampu hijau bagi saya?
artinya: memberikan tanda bahwa diberi kesempatan baik.
-          Saya memberi garis tebal pada Nyonya.
artinya: memberikan penegasan
-          Semua saya terima dengan jiwa besar.
artinya:  keberanian untuk memaafkan sekaligus melupakan perbuatan yang penah dilakukan oleh orang lain.

c.    Personifikasi
Secara etimologis, personifikasi berasal dari bahasa latin, persona yang berarti orang, pemain, pelaku, aktor, subjek, atau topeng dalam permainan drama atau sandiwara. Dengan gaya bahasa personifikasi, kita memberikan ciri-ciri atau kualitas pribadi seseorang kepada gagasan atau benda-benda tidak bernyawa sehingga benda-benda tidak bernyawa itu seolah-olah menjadi hidup atau bernyawa seperti layaknya manusia.
Dalam redaksi yang berbeda, personifikasi adalah gaya bahasa perbandingan yang mengandaikan benda-benda mati, termasuk gagasan atau konsep-konsep yang abstrak, berperilaku seperti manusia yang bisa menggerakkan seluruh tubuhnya, berkata-kata, bernyanyi, bersiul, berlari, manari, melihat, dan sebagainya.
Contoh dalam cerpen Janda:
-          Melihat darah yang belepotan tumpah diatas baju, menyiram wajah.
-          Baru saya rasakan nyeri yang menggigit di kepala.
-          Satu suara lembut menambah kadar kesadaran saya.
-          Sebuah Toyota DX warna metalik menyikat saya dari belakang.
-          Mobil yang berlari kecepatan tinggi memberi daya dorong yang kuat.
artinya: kata menyiram, menggigit, lembut, menyikat, berlari merupakan pokok yang dibandingkan itu seolah-olah berwujud manusia atau benda-benda mati yang bertindak dan berbuat seperti manusia atau perwatakan manusia.

d.    Depersonifikasi
Depersonifikasi (pembendaan), adalah kebalikan dari gaya bahasa personifikasi atau penginsanan.
Contoh dalam cerpen Janda:
-          Saya ingin menjadi busur yang baik, yang akan melontarkan anak panah ke masa depan.

e.    Alegori (fabel dan parabel)
Alegori berasal dari bahasa Yunani, allegorein, yang berarti bicara secara kias atau bicara dengan menggunakan kias. Alegori adalah cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang, yakni metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah objek-objek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan.
Fabel adalah sejenis alegori, yang di dalamnya binatang-binatang berbicara dan bertingkah laku seperti manusia.
Parabel (atau cerita yang berkaitan dengan kitab suci) juga merupakan alegori singkat yang mengandung pengajaran mengenai moral dan kebenaran.
Contoh dalam cerpen Janda:
-          Bukankah Nabi Muhammad kawin pertama kali dengan seorang janda?
artinya: Termasuk kategori parabel (cerita tentang Nabi Muhammad)

f.     Antitesis
Antitesis berarti lawan yang tepat atau pertentangan yang sebenarnya (Poerwadarminta, 1976:52). Antitesis adalah sejenis  gaya bahasa yang mengadakan perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan.
Antitesis membuat laporan jurnalistik yang sifatnya faktual, menjadi seolah-olah karya fiksi yang sifatnya imajisional. Artinya sangat sarat dengan lukisan suasana serta pengembangan karakter khas dari para pelaku yang terlibat dalam cerita itu.
Contoh dalam cerpen:
-          Saya tertawa karena lucu tapi juga sedih.
artinya:     Tertawa mempunyai arti melahirkan rasa gembira namun dibandingkan dengan sedih yang mempunyai arti menimbulkan rasa susah dalam hati.

g.    Pleonasme dan Tautologi
Pelonasme adalah pemakain kata mubazir atau berlebihan yang sebenarnya tidak perlu (Poerwadarminta, 1976:76). Suatu acuan disebut pleonasme apabila kata yang berlebihan itu dihilangkan (Keraf, 1985:133).
Pleonasme bisa juga merupakan penegasan terhadap suatu kata atau konsep yang sudah tegas dan jelas. Sedangkan tautologi adalah penegasan terhadap suatu hal yang mengandung unsur perulangan tetapi dengan menggunakan kata-kata yang lain.
Contoh pleonasme dalam cerpen Janda:
-          … kamu mau kawin dengan siapapun Ibu rela, ridho, merestui.
artinya:   bersedia dengan ikhlas hati.
-          Ya, kita adakan semacam sidang, atau musyawarah dengan keluarga.
artinya:   pertemuan untuk membicarakan sesuatu.
-          Malah saya berterimakasih dan bersyukur.
artinya:   mengucap syukur; melahirkan rasa syukur atau membalas budi setelah menerima kebaikan.
-          … semua lelaki perayu, tukang bohong, dan tak bisa dipercaya.
artinya:   apa yang diucapkan tidak sesuai dengan kenyataan.

h.   Perifrasis
Perifrasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme, kedua-duanya menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Pada gaya bahasa perifrasis, kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja (Keraf, 1985:134).
Contoh dalam cerpen Janda:
-          … seorang perempuan untuk saya jadikan permaisuri di atas kerajaan yang saya bangun.
artinya: (= istri)
-          “Kapan kamu percepat menghabiskan masa bujangmu?”
artinya: (= menikah)
-          Tiba-tiba saya merasa langit berwarna hitam dan ambruk menimpa saya.
artinya: (=mendung dan hujan)
-          Mobil itu terus tancap gas dan menghilang di balik tirai pancuran air dari langit.
artinya: (= hujan)

i.      Antisipasi
Antisipasi berasal dari bahasa latin anticipatio yang berarti mendahului atau penetapan yang mendahului sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi.
Contoh dalam cerpen Janda:
-          Saya sudah berhati-hati meniti jalan bersama Honda Bebek. Toh yang namanya celaka selalu hadir di luar rencana dan cita-cita.

j.      Koreksio
Koreksio adalah gaya bahasa yang berwujud semula ingin menegaskan sesuatu. Tetapi kemudian memeriksa dan memperbaikinya mana yang salah (Tarigan, 1985:34-35).
Contoh dalam cerpen Janda:
-          Bapak menggaet Ibu ketika Ibu sudah punya dua anak, eh, satu anak.
artinya: mula-mula menegaskan sudah punya dua anak, tetapi kemudian memperbaikinya (mungkin karena salah ucap) menjadi satu anak.

5. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan temuan data dalam menganalisis penggunaan gaya bahasa pada cerpen “Janda” dalam majalah Mutiara edisi 334 (10 April-23 April 1985) dapat disimpulkan sebagai berikut:

1)   Penggunaan bahasa dalam cerpen “Janda” mengandung unsur-unsur gaya bahasa perbandingan.
2)   Jumlah seluruh penggunaan gaya bahasa perbandingan pada cerpen “Janda” dalam majalah Mutiara edisi 334 (10 April-23 April 1985) adalah 23 majas, yang terdiri atas:
- 1 Perumpamaan;               - 1 Antitesis;
- 4 Metafora;                      - 4 Pleonasme dan Tautologi;
- 5 Personifikasi;                 - 4 Perifrasis;
- 1 Depersonifikasi;            - 1 Antisipasi atau Prolepsis; dan
- 1 Alegori (Parabel);          - 1 Koreksio.
Sehubungan dengan hasil penelitian ini, sejumlah saran penulis kemukakan kepada peneliti selanjutnya, agar hasil penelitian ini bisa menjadi acuan penelitian lebih lanjut serta dengan mengembangkan kemungkinan-kemungkinan terhadap unsur-unsur kebahasaan yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
http://id.wikipedia.org/wiki/Majas (online) diakses tanggal 16 Juni 2012.
Keraf, Gorys. 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Printfriendly