SELAMAT DATANG DI BLOG ARDI SETIA

Selasa, 10 Desember 2013

Pengkajian Media: Wartawan Segigih Jozeph Pulitzer?

Wartawan Segigih Jozeph Pulitzer?


Tahu siapa Joseph Pulitzer? Menurut saya, setiap wartawan semestinya tahu –atau minimal pernah baca sekilas—tentang tokoh satu ini. Semoga Anda termotivasi menjadi wartawan yang baik dari kisah wartawan yang namanya diabadikan sebagai nama penghargaan paling bergengsi di AS itu: Pulitzer Prizes.

Wartawan Magang
pulitzer 
Joseph Pulitzer baru berusia 21 tahun ketika dia menjadi wartawan magang di koran berbahasa Jerman, Westliche Post, terbit di St. Louis, AS. Ini kisah tentang ujian di hari pertama ia bekerja. Oleh redakturnya, suatu pagi Pulitzer diperintahkan meliput berita pencurian di sebuah toko buku.
Kepada Pulitzer, redaktur itu berpesan agar menemui Peters untuk meminta cerita menarik tentang pencurian itu. Kata sang redaktur, jangan mencari cerita sendiri karena Pulitzer tak bakal bisa. Di St. Louis kala itu (1866), berita dari polisi untuk para wartawan hanya disebar lewat seorang koordinator wartawan. Ya, si Peters  itulah orangnya. Maka….
Pulitzer langsung meluncur ke TKP (tempat kejadian perkara). Setelah susah payah  menemukan Peters, Pulitzer –di antara banyak wartawan lain– hanya mendapat jawaban, “Tak banyak informasi yang  kita peroleh pagi ini”. Kata Peters, perampokan terjadi dini hari sebelum pemiliknya membuka toko buku itu. Uang 175 dolar lenyap dari brangkas. Pemiliknya mencurigai seseorang yang hilir mudik di depan toko buku itu pada malam sebelumnya. Peters menyebutkan ciri-ciri orang yang juga dicurigai oleh polisi itu. Hanya  itu.

Pulitzer Bingung….
Mendapat informasi itu,  Pulitzer bingung.  Lalu, sementara wartawan lain pulang, dia menemui Peters dan bertanya, “Mengapa polisi mencurigai orang yang hilir mudik itu?” Eh, Peters malah tidak tahu. Dia meminta Pulitzer bertanya langsung ke polisi. Tetapi si polisi membentak Pulitzer. Dia diusir saat menerobos masuk toko buku yang  kecurian itu untuk menanyai polisi. Selain membentak, polisi itu juga pelit informasi.
Untung, sang pemilik toko yang kenal Pulitzer datang dan membujuk polisi dengan mengatakan bahwa itu hari pertama Pulitzer menjadi wartawan. Jadi, Pak Polisi, tolong beri Pulitzer kesempatan. Pulitzer lalu menanyakan waktu kejadian. Maka dia mendapatkan informasi bahwa toko itu dibobol sekitar pukul 6 pagi. Pukul 5 ada  satpam yang melihat gembok pintu itu masih bagus. Pukul 7 pemilik toko buku datang dan melihat gemboknya sudah dirusak.
Pulitzer yang mengenal dengan baik toko buku itu lalu mengatakan bahwa yang membuka pintu semestinya adalah John, pembantu di toko buku itu. “Apakah Pak Polisi sudah menanyai John?” tanya Pulitzer. Si polisi kaget dan bertanya ke pemilik toko buku mengapa tadi tidak mengatakan dia punya pembantu. “Saya kira tidak penting. Lagi pula, dia  sedang sakit,” jawab pemilik toko.  Sudah dua hari John minta izin karena  kurang sehat.
Pemilik toko juga mengakui bahwa John mengetahui kode kunci brankas. “Dia merangkap kasir…, jujur,”  katanya lagi. Polisi langsung memastikan bahwa pencurinnya adalah John. Polisi itu memperkirakan bahwa John sudah  lari dengan naik kereta api. “Besok akan saya tangkap dia,” katanya.

Cabut ke Stasiun

Tanpa menunggu keterangan polisi sampai selesai, Pulitzer  sudah cabut ke stasiun kereta api. Dia bertanya ke orang-orang di stasiun apakah melihat John. Dia menggambarkan ciri-cirinya ke orang-orang itu. Beberapa orang mengaku melihatnya. Pulitzer kembali ke kantor Westliche Post dan menuliskan hasil liputannnya.

Diejek Teman Sekantor
Besoknya, kopi pahit untuk Pulitzer. Ia  dimarahi habis-habisan oleh redakturnya. “Koran kita diketawain orang. Berita yang kamu buat beda dengan koran-koran lain. Semua mengatakan pencurinya….” Sang redaktur menyebutkan ciri-ciri yang disampaikan Peters. “Eh, kamu (malah) nulis yang lain. Tahu  nggak, ini bisa mengacaukan pekerjaan polisi. Merusak  reputasi koran kita….”
Pulitzer terdiam. Ia pun diadukan ke atasan. Lagi-lagi dia kena marah. Sang atasan lalu meminta Pulitzer menceritakan peristiwa dia meliput. Sementara dia bercerita, seseorang menyela  dari arah pintu.  Katanya, ada kabar dari pemilik toko buku bahwa pencurinya sudah ditangkap. “Pencurinnya, ya,  si John, seperti yang ditulis di koran kita. Saya  kira  besok Westliche bisa  memuat cerita  bagaimana wartawan  kita membantu polisi  menangkap pencuri.”

Pulitzer berhasil mendapat tulisan eksklusif karena ia kritis, memiliki inisiatif dan gigih. Ia memiliki curiosity (rasa ingin tahu) yang kuat, modal dasar wartawan. Ia menemukan peristiwa yang tidak ditemukan wartawan lain. Bahkan, ia juga “menemukan” pelaku kejahatan dalam kasus pencurian di toko buku itu. Ingat, Pulitzer melakukan itu pada 1866, jauh sebelum pulpen seperti sekarang ini –apatah lagi internet— dikenal orang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Printfriendly