SELAMAT DATANG DI BLOG ARDI SETIA

Kamis, 12 September 2013

Pemb. Apresiasi Puisi: Struktur Fisik, Batin, dan Langkah-langkah Menganalisis Puisi

 STRUKTUR FISIK, STRUKTUR BATIN, DAN LANGKAH-LANGKAH MENGANALISIS PUISI

I.      STRUKTUR FISIK PUISI/METODE PUISI
Struktur fisik puisi dapat diuraikan dalam metode puisi, yakni unsur estetik yang membangun struktur luar dari puisi. Unsur-unsur itu dapat ditelaah satu persatu, tetapi unsur-unsur itu merupakan kesatuan yang utuh. Unsur-unsur itu ialah: (a) diksi, (b) pengimajian, (c) kata konkret, (d) bahasa figuratif (majas), (e) versifikasi, dan (f) tata wajah puisi (Tipografi).
Berikut akan diuraikan unsur-unsur metode puisi itu satu persatu.

A.   Diksi (Pemilihan Kata)
Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata, sebab kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata dalam konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu.

Oleh sebab itu, di samping memilih kata yang tepat, penyair juga mempertimbangkan (1) urutan kata, dan (2) kekuatan atau daya sugesti dari kata-kata tersebut. Kata-kata diberi makna baru, dan yang tidak bermakna diberi makna menurut kehendak penyair.
1.     Urutan Kata (Word Order) Dalam puisi, urutan kata bersifat beku artinya urutan itu tidak dapat dipindah-pindahkan tempatnya meskipun maknanya tidak berubah oleh perpindahan tempat itu. Cara menyusun urutan kata-kata itu bersifat khas karena penyair yang satu berbeda caranya dari penyair yang lainnya.

2.     Daya Sugesti Kata-kata Dalam memilih kata-kata, penyair memper­timbangkan daya sugesti kata-kata itu. Sugesti itu ditimbulkan oleh makna kata yang dipandang sangat tepat mewakili perasaan penyair. Karena kete­patan pilihan dan ketepatan penempatannya, maka kata-kata itu seolah me­mancarkan daya gaib yang mampu memberikan sugesi kepada pembaca un­tuk ikut sedih, terharu, bersemangat, marah, dan sebagainya.

B.   Pengimajian
Ada hubungan erat antara diksi, pengimajian, dan kata konkret. Diksi yang dipilih harus menghasilkan pengimajian dan karena itu kata-kata menjadi lebih konkret seperti kita hayati melalui penglihatan; pendengaran, atau cita rasa. Pengimajian dapat dibatasi dengan pengertian: kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti pengli­hatan, pendengaran, dan perasaan. Baris atau bait puisi itu seolah mengan­dung gema suara (imaji auditif), benda yang nampak (imaji visual), atau sesuatu yang dapat kita rasakan, raba atau sentuh (imaji taktil). Ungkapan perasaan penyair dijelmakan ke dalam gambaran konkret mirip musik atau gambar atau cita rasa tertentu. Jika penyair menginginkan imaji pendengaran (auditif), maka kita menghayati puisi itu, seolah-olah mendengarkan sesuatu; jika penyair ingin melukiskan imaji penglihatan (visual), maka puisi itu seolah-olah melukiskan sesuatu yang bergerak-gerak; jika imaji taktil yang ingin digambarkan, maka pembaca seolah-olah merasakan sentuhan perasaan.
Pengimajian ditandai dengan penggunaan kata yang konkret dan khas. Imaji yang ditimbulkan ada tiga macam, yakni imaji visual, imaji auditif, dan imaji taktil (cita rasa). Ketiganya digambarkan atas bayangan konkret apa yang dapat kita hayati secara nyata.

C.   Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata-kata harus diperkonkret. Maksudnya istilah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Seperti halnya pengimajian, kata yang diperkonkret ini juga erat hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang. Jika penyair mahir memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan oleh penyair. Dengan demiki­an pembaca terlibat penuh secara batin ke dalam puisinya.


D.   Bahasa Figuratif (Majas)

Selengkapnya Download FILE di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Printfriendly