SELAMAT DATANG DI BLOG ARDI SETIA

Jumat, 10 November 2017

Guru Wajib Didik Siswa Perangi Hoaks


Guru Wajib Didik Siswa Perangi Hoaks
Antihoax Sang Pendidik

Hoax (Hoaks dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti berita bohong.  Berita hoaks adalah berita bohong yang dapat menyebabkan ketidakpastian informasi dalam masyarakat. Media sosial menjadi kekuatan sangat luar biasa dapat menciptakan kegaduhan, karena berbagai berita palsu yang dipublikasikan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Media sosial awalnya diciptakan untuk dimanfaatkan sebagai ajang bersosialisasi, berinteraksi, dan menyebarkan virus positif. Namun, akhir-akhir ini kita ditontonkan dengan berbagai konten negatif yang banyak menghiasi ruang dunia maya, yang jika dibiarkan tentu dan dapat memecah belah bangsa dan dapat membahayakan generasi milenium (generasi muda) khususnya pelajar.
Berita hoaks ‘mewabah’ dan sering kita temukan di media sosial, misalnya Facebook, Instagram, Twitter, blog, pesan berantai melalui SMS, BBM, Whatsapp, email, dan lain-lain. Akhir-akhir ini berita hoaks juga menjadi isu hangat yang banyak diperbincangkan publik di berbagai forum dan diskusi karena sifat dari berita tersebut yang sangat meresahkan publik. Berita hoaks dibuat oknum tidak bertanggung jawab berisi informasi yang seolah-olah benar padahal tidak benar. Tujuannya adalah agar kita sebagai orang awam percaya akan hal tersebut sehingga menimbulkan keresahan dan menciptakan permusuhan di masyarakat.  
Di dunia pendidikan khususnya pelajar sebagai generasi milenium (milenial) tak jarang menjadi korban berita hoaks, misalnya tawuran antarpelajar yang dipicu berita palsu yang pernah terjadi di Kabupaten Klaten pada kelulusan SMA dan SMK tahun 2017 lalu yang sampai membuat Mendikbud geram. Pada saat itu diberitakan ada 17 pelajar yang meninggal dan ratusan korban. Ternyata setelah diklarifikasi berita tersebut tidak benar. Adapun konvoi kelulusan pelajar SMA dan SMK memang berlangsung rusuh tetapi tidak sampai menimbulkan korban jiwa. Atau berita mengenai ratusan pelajar SMP yang nyaris melakukan penyerangan terhadap salah satu sekolah yang ada di Kecamatan Kertasemaya, Kabupaten Indramayu juga dipicu gara-gara berita hoaks di media sosial pada bulan Maret lalu.

Cara Identifikasi Hoax
Seorang guru wajib mengedukasi mengenai cara memotong penyebaran berita hoaks dengan memberikan tips atau cara mengidentifikasi hoaks. Sebelum menyebarkan berita hendaknya siswa diminta berpikir kritis dengan tidak mudah percaya, tetapi menggunakan logika sehat untuk menggali lebih dalam untuk memastikan kebenaran berita tersebut. Ada beberapa saran yang direkomendasikan oleh Facebook mengenai cara jitu yang bisa dilakukan untuk mengidentifikasi berita hoaks, di antaranya berkaitan dengan verifikasi sumber berita, judul berita, elemen berita, dan laporan lain. Penjelasannya sebagai berikut.
Verifikasi sumber berita. Hoaks biasanya menggunakan alamat tautan (URL) yang mirip dengan alamat sumber berita populer. Pastikan situs berasal dari sumber berita yang populer. Apabila berasal dari domain blog bukan website, maka kita perlu waspada. Lihat atau cek juga akurasi profil penulisnya untuk menelusuri informasi secara mendalam. Selanjutnya, kita bandingkan isinya dengan situs berita yang lain dengan mencarinya di Google, biasanya artikel atau berita terkait akan muncul. Berita hoaks tak jarang hanya berasal dari sumber opini seseorang.
Judul berita. Judul berita hoaks biasanya provokatif dan menggugah emosi pembaca secara berlebihan yang dapat menimbulkan perdebatan di masyarakat. Kita boleh berpikir skeptis atau tidak mudah percaya apabila judul berita menggunakan kata-kata catchy atau yang mewah dan menimbulkan perhatian. Selain itu, judul berita yang menggunakan kata yang bernada seru dan menggunakan huruf kapital juga memungkinkan berita tersebut terindikasi hoaks.
Elemen berita. Isi berita selain berisi kalimat-kalimat yang provokatif juga biasanya berisi kalimat yang janggal yang bernada persuasif, misalnya “Sebarkan!”, “Viralkan!”, “Lawan!” dan sejenisnya yang mengajak kita bersama-sama untuk menyebarkan konten tersebut. Kita juga harus mengidentifikasi kelengkapan isi berita terkait 5W+1H,  khususnya kapan (when) berita itu terjadi. Biasanya berita hoaks tidak merujuk kepada waktu yang jelas, bahkan tidak ada waktunya, atau mengganti informasi waktu mereka.
Identifikasi laporan lain. Ciri hoaks yang lain adalah mengidentifikasi laporan atau komentar orang lain. Jika berita itu bersumber dari media sosial, lihatlah kolom komentar, apakah banyak warganet (netizen) yang menanggapi dengan nada yang tidak sedap atau membenarkan berita tersebut. Apabila berita tersebut juga dibagikan atau dikomentari oleh orang terpercaya juga kemungkinan berita tersebut benar. Cobalah untuk kritis terhadap yang kita baca dengan tidak mudah percaya dan mudah menyebarkan berita.

Dampak Negatif Hoax
Telepon pintar (smartphone) yang awalnya digunakan untuk membantu meringankan pekerjaan manusia dapat memberikan dampak buruk, misalnya berujung pidana. Pada era digital seperti sekarang ini penggunaan teknologi gawai (gadget) bagi para pelajar atau generasi milenium adalah sah-sah saja. Perlu diketahui, membagikan berita bohong (hoaks) selain memberikan dampak hukum kepada pelakunya, juga dampak sosial yaitu nama baik akan menjadi taruhannya.
Sebagai pengajar, edukasi kepada pelajar perlu digiatkan untuk menolak dengan tidak memproduksi dan membagikan berita hoaks yang berisi berita fitnah dan ujaran kebencian. Karena bagaimana pun juga berita hoaks dapat menimbulkan perdebatan. Sebagai pengajar berilah edukasi kepada siswa untuk menjadi produsen berita positif. Selain itu, lebih jauh lagi berita yang tidak jelas dapat memecah belah kebinekaan yang dapat kita lihat akhir-akhir ini. Hoaks dapat diawali dari saling curiga dan balas dendam. Guru hendaknya menanamkan sikap positif agar budaya asal copy paste dan mudah membagikan tidak mereka lakukan.
Perlu diketahui bersama, Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Pol Rikwanto, pernah menyatakan bahwa sebagai konsekuensi kepolisian akan menindak secara tegas siapa pun yang membuat dan menyebarkan berita bohong (hoaks). Pelakunya akan diancam dengan Pasal 28 ayat 1 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam pasal UU ITE disebutkan bahwa, setiap orang yang dengan sengaja dan atau tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan, ancamannya adalah terkena pidana maksimal enam tahun dan denda maksimal satu miliar rupiah. Masyarakat hendaknya mengidentifikasi terlebih dahulu setiap informasi yang masih belum jelas kebenarannya.

Cara Mengedukasi Siswa Perangi Hoax
Mendidik generasi milenium untuk antihoax dapat diterapkan dari mulai jenjang sekolah dasar sampai pendidikan tinggi. Hal tersebut bertujuan agar sejak dini pelajar dapat memanfaatkan telepon pintar mereka dengan arif dan bijaksana dalam bermedia sosial. Guru mengimbau kepada para generasi milenial agar tidak mudah percaya dengan kabar yang tidak jelas sumbernya dan tidak gegabah membagikannya.
Guru sebagai pendidik hendaknya membentuk sikap atau mental kritis terhadap informasi viral atau yang sedang hangat dibicarakan dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Guru dapat menggunakan cara-cara yang kreatif dan kekinian dengan meninggalkan pendekatan atau metode mengajar lama yang sudah tidak cocok digunakan generasi milenium saat ini. Guru saat ini belum sepenuhnya mencerminkan hal tersebut, guru lebih suka pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional.
Dalam pembelajaran di kelas, mengedukasi siswa dalam memerangi hoaks dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya, membudayakan gerakan literasi dengan mengunjungi dan membaca di perpustakaan sekolah. Penulis sebagai guru Bahasa Indonesia, juga menyisipkan pembelajaran antihoax saat mengajarkan materi membedakan antara fakta dan opini, siswa diminta mengidentifikasi berbagai kalimat fakta dan opini dari berita. Selain itu, dalam pembelajaran menulis berita juga diajarkan agar siswa terampil dalam menulis berita yang positif, misalnya prestasi anak bangsa, potensi pariwisata daerah, dan lain-lain, sehingga mengurangi produksi berita yang tidak faktual.
Berbagai bentuk kepedulian guru kepada siswanya bisa dilakukan untuk memerangi dan membentengi diri dari berita hoaks. Guru perlu memberikan pengertian kepada siswa agar tidak cepat percaya apabila ada informasi yang masih menjadi opini di masyarakat. Siswa setidaknya dapat membentengi diri sendiri agar tidak mudah percaya dan tidak mudah menyebarkan berita yang belum pasti kebenarannya atau yang masih bersifat opini.
Guru hendaknya selalu mengajak generasi milenium tersebut untuk memerangi berita yang menyesatkan karena dapat memecah belah persatuan, kebinekaan, dan kemajemukan Bangsa Indonesia. Mengajak siswa untuk memerangi berita hoaks juga sudah sesuai dengan semangat Sumpah Pemuda yang dicetuskan para pemuda sekitar 89 tahun yang lalu. Pelajar minimal bisa menjadi pahlawan bagi diri mereka sendiri untuk memerangi berbagai situs dan konten negatif media sosial, karena tugas memerangi hoaks bukan sekadar tugas dari pemerintah tetapi kita semua. Guru diminta memberikan pemahaman dan kesadaran kepada para siswa yang tiap hari bermain gawai untuk menggunakan internet secara sehat. Pelajar  dapat memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan nilai-nilai positif kehidupan. Dalam hal ini, dibutuhkan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk memerangi hoaks.

Ketika Mendapatkan Berita Hoax
Penyebaran berita palsu marak terjadi di media sosial akhir-akhir ini. Misalnya, penulis pernah mendapati berita di media sosial Facebook terkait video rekaman mengenai oknum guru di SMP Negeri 10 Pangkalpinang, Bangka Belitung yang menganiaya siswanya di kelas yang direkam dan dipublikasikan dengan versi berbagai judul, yang jelas sangat membuat penulis resah. Setelah dicari kebenarannya ternyata Kemdikbud memastikan video pemukulan terhadap siswa oleh guru di sekolah adalah hoaks, karena kejadiannya tidak terjadi di sekolah tersebut (jawapos.com, 6/11/2017).
Dengan adanya video yang dipublikasikan tersebut, masyarakat seolah kembali geram dengan sikap guru yang seharusnya digugu dan ditiru. Padahal pelakunya bukan atau belum tentu seorang guru, bisa saja orang lain yang masuk ke ruang kelas. Maka dari itu, perlu dikaji secara saksama video tersebut dengan mengecek keaslian dan kebenaran cerita sehingga tidak muncul fitnah dan kecaman terhadap profesi guru.
Kejadian lain yang penulis dapati adalah terkait isu fakta atau hoaks adalah mengenai registrasi sim card pelanggan seluler prabayar. Beredar info di media sosial jika registrasi ulang terkait dengan pencurian data pemilu karena memasukkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK). Setelah ada penjelasan dari Kominfo, justru registrasi ulang sim card lama dan registrasi baru dengan NIK dan Nomor KK adalah upaya untuk memerangi hoaks. Hal ini akan sangat membantu pihak kepolisian apabila terjadi kasus penipuan atau penghinaan yang dilakukan oleh nomor seluler tersebut (news.detik.com, 30/10/2017). Sebagai konsumen yang baik dan cerdas, sudah seharusnya kita mencari tahu kebenaran fakta, bukan malah melakukan tindakan sebaliknya.
Saat melihat dan membaca berita-berita tersebut di Facebook dan media sosial lain, penulis tidak serta merta membagikan tetapi membaca dulu komentar-komentar dari berbagai pihak dan mencari sumber berita lain, misalnya sumber berita dari website pemerintah. Hal ini dilakukan untuk menghindari publikasi berita hoaks. Setelah ada berita mengenai konfirmasi dari pihak berwajib ternyata kedua berita tersebut hoaks.
Sebagai seorang yang terpelajar kita terlebih dahulu harus mengonfirmasi berita yang didapatkan yang akan disampaikan kepada orang lain. Guru dapat menjelaskan dampak buruk berita hoaks dalam pembelajaran di kelas atau dengan mengadakan kegaiatan gerakan antihoax di lingkungan sekolah. Menumbuhkan kesadaran bersama agar tidak membuat dan menyebarkan berita hoaks. Kegiatan memerangi berita palsu secara tidak langsung dapat menumbuhkembangkan nilai kejujuran.
Hendaknya penyedia layanan hendaknya memerangi akun-akun palsu yang gemar memublikasikan berita hoaks dengan membanned postingan atau memblokir akun tersebut. Jelaslah, hoaks memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat. Kita harus selektif yaitu memilih mana yang benar dan tidak dalam membaca dan membagikan (share) berita, karena berita palsu menjadi ancaman yang serius bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selamat Hari Guru Nasional.


#antihoax #marimas #pgrijateng

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Printfriendly