MENCARI
MAKNA DALAM PUISI
Pembahasan unsur-unsur atau strata puisi
di bab III , bisa disimpukan bahwa bahasa sebagai strata norma puisi memiliki
dua (2) unsur utama yakni; a) struktur fisik/metode puisi, dan b) struktur
batin/hakikat puisi.
Struktur fisik bahasa puisi yang juga
biasa disebut dengan metode puisi, berhubungan dengan sintaksis.
Oleh karena itu dalam bahasa puisi, selain akan terjadi penyimpangan-penyimpangan bahasa dalam struktur sintaksis puisi,
juga sekaligus memunculkan bahasa yang khas dalam puisi.
Bahasa yang khas dalam puisi ini, tentunya menjadikan pembaca puisi sulit untuk
memaknainya. Maka, sebelum Pembahasan lebih jauh tentang struktur fisik bahasa
puisi, akan diuraikan terlebih dahulu apa yang disebut dengan kode-kode bahasa
yang dapat membantu mencari makna dalam bahasa puisi yang khas tersebut. Secara
rinci uraian pembahasan tentang (a) penyimpangan bahasa puisi, (b) struktur sintaksis puisi, dan (c) kode
bahasa puisi, sebagai berikut.
A. PENYIMPANGAN
BAHASA PUISI
(sudah
ada di materi sebelumnya)
B. STRUKTUR
SINTAKSIS PUISI
(sudah
ada di materi sebelumnya)
Demikian
uraian tentang bentuk sintaksis dari puisi yang dapat dihubungkan dengan larik
dan bait puisi. Contoh :
itu
tubuh
mengucur
darah
mengucur
darah
rubuh
patah
mendampar
tanya: aku salah?
kulihat
tubuh mengucur darah
aku
berkaca dalam darah
terbayang
terang dimata masa
bertukar
rupa ini segera
mengatup
luka
aku
bersuka
itu
tubuh
mengucur
darah
mengucur darah (1943).
Kata-kata
dalam puisi tidak tunduk pada aturan logis pada kalimat namun tunduk pada ritma
larik pada puisi. Hal ini disebabkan karena kesatuan kata-kata itu bukanlah
kalimat akan tetapi larik-larik puisi itu.
Dalam
baris-baris puisi "Isa" karya Chairil Anwar ini, sepatah kata
seperti /rubuh/ dan /patah/ membentuk kesatuan makna secara mandiri.
Baris-baris puisi yang hanya terdiri atas satu kata
/rubuh/ dan /patah/ menunjukkan suatu kesatuan makna yang bulat. Baris-baris
tersebut tidak membentuk kesatuan sintaksis dengan baris lainnya, namun mampu
membentuk kesatuan sintaksis tersendiri yang luasnya dapat melebihi satu kalimat.
Ada dua baris yang terdiri atas satu kata, yakni:
/rubuh/ dan /patah/. Ada tiga bait yang hanya terdiri atas masing-masing satu
baris, yakni: /mendampar tanya: aku salah?/, /mengatup luka/, dan /aku
bersuka/. Kesatuan makna dari larik tersebut mewakili satu bait puisi.
Karena adanya kemungkinan satu kata atau frasa mewakili
satu kesatuan makna yang bulat, maka suatu struktur puisi menciptakan suatu
enyambemen, suatu saat istirahat pada akhir baris atau bait, yang tidak kita
dapati pada struktur kalimat. Karena enyambemen ini, maka pembacaan puisi akan
disertai perhentian yang cukup pada tiap akhir baris; dan perhatian itu lebih
lama pada setiap akhir bait. Hal ini dilakukan untuk menegaskan kesatuan makna
dalam baris/bait itu.
Simpulan : Setiap
larik dalam puisi akan membentuk satu kesatuan makna yang bulat. Karena adanya
kemungkinan satu kata atau frasa mewakili kesatuan makna yang bulat maka
struktur puisi menciptakan suatu enyambemen yaitu peristirahatan pada akhir
baris dan bait. Artinya pada pembacaan puisi, akan disertai pemberhentian pada
setiap akhir baris, dan lebih lama pada setiap akhir bait. Hal ini dilakukan
untuk menegaskan makna dalam setiap baris dan bait.
C. KODE
BAHASA
Dalam
puisi kata-kata frasa dan kalimat mengandung makna tambahan atau makna
konotatif. Sebuah kata memungkinkan memiliki makna ganda. Kata yang nampaknya
tidak bermakna diberi makna baru, bahkan diberi nilai rasa baru. Memang tidak
semua kata, frasa, kalimat bermakna tambahan, pun begitu, puisi tidak mungkin
tanpa makna tambahan sehingga kehilangan kodrat bahasa puisi.
Bahasa puisi adalah bahasa
figuratif yang bersusun-susun. Artinya, bahasa figuratif yang digunakan
menyebabkan makna dalam baris-baris puisi tersembunyi dan harus ditafsirkan. Sehingga
proses mencari makna dalam puisi merupakan proses pergulatan yang terus menerus.
Bahasa figuratif, pengimajian, kata
konkret, dan diksi khas dari penyair menyebabkan pembaca puisi harus mencari
makna yang hendak disampaikan penyair dengan cara lebih sulit daripada makna
di dalam bahasa prosa. Pengetahuan tentang latar belakang penyair akan
mempermudah mengungkapkan makna yang bersifat khas itu.
Rolland Barthes menyebutkan adanya 5 kode bahasa yang
dapat membantu pembaca memahami makna karya sastra. Kode-kode itu melatar belakangi
makna karya sastra. Meskipun pandangannya itu diterapkan untuk prosa, namun
prinsip-prinsipnya dapat digunakan untuk puisi juga. Lima kode itu, ialah :
1. Kode
hermeneutik (penafsiran). Dalam puisi, makna yang hendak disampaikan
tersembunyi, menimbulkan tanda tanya bagi pembaca. Tanda tanya itu menyebabkan
daya tarik karena pembaca penasaran ingin mengetahui jawabannya. Misalnya,
dalam puisi "Senja di Pelabuhan Kecil", pembaca akan bertanya apa
maksud penyair dengan judul itu? Apa makna senja dan apa makna pelabuhan. Lagi
pula pelabuhan itu kecil, apakah maknanya. Dengan latar belakang pengetahuan
yang cukup tentang bahasa sastra, pembaca akan mampu menafsirkan makna puisi
itu. Begitu ptila menghadapi baris di bawah judul "Buat Sri Ayati".
Siapakah Sri Ayati? Apa hubungannya dengan pelabuhan kecil? Apa hubungannya
dengan senja? Apa hubungannya dengan penyair?
2. Kode proairetik (perbuatan).Selengkapnya Download FILE di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar