SELAMAT DATANG DI BLOG ARDI SETIA

Kamis, 12 September 2013

Pemb. Apresiasi Puisi: Mencari Makna dalam Puisi

MENCARI MAKNA DALAM PUISI

Pembahasan unsur-unsur atau strata puisi di bab III , bisa disimpukan bahwa bahasa sebagai strata norma puisi memiliki dua (2) unsur utama yakni; a) struktur fisik/metode puisi, dan b) struktur batin/hakikat puisi.

Struktur fisik bahasa puisi yang juga biasa  disebut dengan  metode puisi, berhubungan dengan sintaksis. Oleh karena itu dalam bahasa puisi, selain akan terjadi penyimpangan-penyimpangan bahasa dalam struktur sintaksis puisi, juga sekaligus memunculkan bahasa yang khas dalam puisi.

Bahasa yang khas dalam puisi ini,  tentunya menjadikan pembaca puisi sulit untuk memaknainya. Maka, sebelum Pembahasan lebih jauh tentang struktur fisik bahasa puisi, akan diuraikan terlebih dahulu apa yang disebut dengan kode-kode bahasa yang dapat membantu mencari makna dalam bahasa puisi yang khas tersebut. Secara rinci uraian pembahasan tentang (a) penyimpangan bahasa puisi,  (b) struktur sintaksis puisi, dan (c) kode bahasa puisi, sebagai berikut.


A.    PENYIMPANGAN BAHASA PUISI
(sudah ada di materi sebelumnya)
B.     STRUKTUR SINTAKSIS PUISI
(sudah ada di materi sebelumnya)
Demikian uraian tentang bentuk sintaksis dari puisi yang dapat dihubungkan dengan larik dan bait puisi.  Contoh :
itu tubuh
mengucur darah
mengucur darah

rubuh
patah

mendampar tanya: aku salah?

kulihat tubuh mengucur darah
aku berkaca dalam darah

terbayang terang dimata masa
bertukar rupa ini segera

mengatup luka

aku bersuka

itu tubuh
mengucur darah
      mengucur darah                          (1943).
           Kata-kata dalam puisi tidak tunduk pada aturan logis pada kalimat namun tunduk pada ritma larik pada puisi. Hal ini disebabkan karena kesatuan kata-kata itu bukanlah kalimat akan tetapi larik-larik puisi itu.
           Dalam baris-baris puisi "Isa" karya Chai­ril Anwar ini, sepatah kata seperti /rubuh/ dan /patah/ memben­tuk kesatuan makna secara mandiri.
Baris-baris puisi yang hanya terdiri atas satu kata /rubuh/ dan /patah/ menunjukkan suatu kesatuan makna yang bulat. Baris-baris tersebut tidak membentuk kesatuan sintaksis dengan baris lainnya, namun mampu mem­bentuk kesatuan sintaksis tersendiri yang luasnya dapat melebihi satu kali­mat.
Ada dua baris yang terdiri atas satu kata, yakni: /rubuh/ dan /patah/. Ada tiga bait yang hanya terdiri atas masing-masing satu baris, yakni: /men­dampar tanya: aku salah?/, /mengatup luka/, dan /aku bersuka/. Kesatuan makna dari larik tersebut mewakili satu bait puisi.
Karena adanya kemungkinan satu kata atau frasa mewakili satu kesatu­an makna yang bulat, maka suatu struktur puisi menciptakan suatu enyam­bemen, suatu saat istirahat pada akhir baris atau bait, yang tidak kita dapati pada struktur kalimat. Karena enyambemen ini, maka pembacaan puisi akan disertai perhentian yang cukup pada tiap akhir baris; dan perhatian itu lebih lama pada setiap akhir bait. Hal ini dilakukan untuk menegaskan kesatuan makna dalam baris/bait itu.

Simpulan : Setiap larik dalam puisi akan membentuk satu kesatuan makna yang bulat. Karena adanya kemungkinan satu kata atau frasa mewakili kesatuan makna yang bulat maka struktur puisi menciptakan suatu enyambemen yaitu peristirahatan pada akhir baris dan bait. Artinya pada pembacaan puisi, akan disertai pemberhentian pada setiap akhir baris, dan lebih lama pada setiap akhir bait. Hal ini dilakukan untuk menegaskan makna dalam setiap baris dan bait.

C.    KODE BAHASA
             Dalam puisi kata-kata frasa dan kalimat mengandung makna tambahan atau makna konotatif. Sebuah kata memungkinkan memiliki makna ganda. Kata yang nampaknya tidak bermakna diberi makna baru, bahkan diberi nilai rasa baru. Memang tidak semua kata, frasa, kalimat bermakna tambahan, pun begitu, puisi tidak mungkin tanpa makna tambahan sehingga kehilangan kodrat bahasa puisi.
              Bahasa puisi adalah bahasa figuratif yang bersusun-susun. Artinya, bahasa figuratif yang digunakan menyebabkan makna dalam baris-baris puisi tersembunyi dan harus ditafsirkan. Sehingga proses mencari makna dalam puisi merupakan proses pergulatan yang terus menerus. Bahasa figuratif, pengimajian, kata konkret, dan diksi khas dari penyair menyebabkan pembaca puisi harus mencari makna yang hendak disampai­kan penyair dengan cara lebih sulit daripada makna di dalam bahasa prosa. Pengetahuan tentang latar belakang penyair akan mempermudah mengung­kapkan makna yang bersifat khas itu.

Rolland Barthes menyebutkan adanya 5 kode bahasa yang dapat membantu pembaca memahami makna karya sastra. Kode-kode itu melatar belakangi makna karya sastra. Meskipun pan­dangannya itu diterapkan untuk prosa, namun prinsip-prinsipnya dapat di­gunakan untuk puisi juga. Lima kode itu, ialah :
1. Kode hermeneutik (penafsiran). Dalam puisi, makna yang hendak di­sampaikan tersembunyi, menimbulkan tanda tanya bagi pembaca. Tanda tanya itu menyebabkan daya tarik karena pembaca penasaran ingin menge­tahui jawabannya. Misalnya, dalam puisi "Senja di Pelabuhan Kecil", pem­baca akan bertanya apa maksud penyair dengan judul itu? Apa makna senja dan apa makna pelabuhan. Lagi pula pelabuhan itu kecil, apakah makna­nya. Dengan latar belakang pengetahuan yang cukup tentang bahasa sastra, pembaca akan mampu menafsirkan makna puisi itu. Begitu ptila menghada­pi baris di bawah judul "Buat Sri Ayati". Siapakah Sri Ayati? Apa hubung­annya dengan pelabuhan kecil? Apa hubungannya dengan senja? Apa hu­bungannya dengan penyair?
2. Kode proairetik (perbuatan).

Selengkapnya Download FILE di sini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Printfriendly