ANALISIS PENGGUNAAN
GAYA BAHASA PERBANDINGAN PADA CERPEN “JANDA” DALAM MAJALAH MUTIARA
(LANGUAGES COMPARATIVE
ANALYSIS OF THE USE OF FORCE IN THE SHORT STORY "JANDA" IN MUTIARA MAGAZINE)
Oleh/ By:
Ardi Setiyawan
Semester 4A
Prodi PBSI-FPBS-IKIP PGRI Semarang
Jalan Sidodadi
Timur Nomor 24, Semarang
Pos-el:
ardi_setiawan89@yahoo.com
setiyawanardi@rocketmail.com
ABSTRAK
Gaya
bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan
memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda
atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu
dapat mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu. Supaya komunikasi dapat
efektif, pembicara (penulis) selain harus menghayati apa yang harus
dikemukakannya ia juga harus terampil menggunakannya. Ia bukan harus menguasai
tata bahasanya tetapi juga harus peka terhadap gaya bahasa yang dipilihnya. Dalam
cerpen atau majalah banyak kita jumpai ragam gaya bahasa. Cerpen dalam majalah tidak
hanya sekadar memberikan sebuah informasi, akan tetapi cerpen atau majalah juga
bisa menjadi media pembelajaran gaya bahasa bagi para pembaca. Secara
tidak sadar bahasa yang ada dalam cerpen atau majalah dapat mempengaruhi
tingkat perkembangan bahasa seseorang, khususnya pengetahuan tentang gaya
bahasa. Menyadari pentingnya pemahaman gaya bahasa dalam cerpen atau majalah,
maka penulis mencoba meneliti penggunaan gaya bahasa dalam cerpen, khususnya
gaya bahasa perbandingan pada cerpen Janda dalam majalah Mutiara edisi 334 (10
April-23 April 1985).
Kata kunci: gaya bahasa
perbandingan, bahasa indah, cerita pendek
ABSTRACT
Style of language is a beautiful
language that is used to enhance the effect by introducing and comparing it to
an object or a particular object or anything else that is more common. In brief,
the use of certain language style may change and cause a certain connotation.
So that communication can be effective, the speaker (writer) but must live up
to what should be put forward it must also be skilled at using it. He is not to
master the grammar, but also be sensitive to the style that is chosen. In a
short story or magazine we have encountered many kinds of style. Short stories
in magazines is not just providing an information, but short stories or
magazine can also be a medium of learning style of language for the readers.
Are not aware of the languages on
the short story or magazine can affect a person's level of language
development, especially knowledge of the language style. Recognizing the
importance of understanding the language style of the short story or magazine,
the author tries to examine the use of style in the story, especially stylistic
comparison of the short stories in Mutiara magazine edition of 334 (10 April-23
April 1985).
Keywords: comparison of style, beautiful language, short
story
1. PENDAHULUAN
Secara singkat dapat dikatakan bahwa “gaya bahasa
adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah gaya
bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan-santun,
dan menarik (Keraf, 1985: 113). Kejujuran dalam bahasa berarti kita mengikuti
aturan-aturan, kaidah-kaidah yang baik dan benar dalam berbahasa.
Pemakaian kata-kata yang kabur dan tak terarah,
serta penggunaan kalimat yang berbelit-belit adalah jalan untuk mengundang
ketidakjujuran. Sedangkan yang dimaksud dengan sopan santun adalah memberi
hormat atau menghormati yang diajak bicara, khususnya pendengar atau pembaca.
Rasa hormat dalam gaya bahasa dimanifestasikan melalui kejelasan dan
kesingkatan. Menyampaikan sesuatu secara singkat dan jelas berarti tidak
membuat pembaca dan pendengar memeras keringat untuk mencari tahu apa yang
ditulis atau katakan.
Fungsi penggunaan gaya bahasa yaitu bila dilihat
dari fungsi bahasa, penggunaan gaya bahasa termasuk ke dalam fungsi puitik
yaitu menjadikan pesan lebih berbobot. Pemakaian gaya bahasa yang tepat (sesuai
dengan waktu dan penerima yang menjadi sasaran) dapat menarik perhatian
penerima. Sebaliknya, bila penggunaannya tidak tepat, maka penggunaan gaya
bahasa akan sia-sia belaka, bahkan mengganggu pembaca.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Adapun sumber datanya adalah cerpen berjudul Janda karya
Kasta dalam majalah Mutiara.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
ialah teknik simak dan catat. Dalam teknik simak dan catat, peneliti sebagai
instrument kunci melakukan penyimakan secara cermat, terarah, dan teliti
terhadap sumber data. Selanjutnya data yang relevan diambil beserta konteks
kalimatnya.
Data diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan teori Henry
Guntur Tarigan. Selanjutnya, data dimaknai agar memiliki hubungan dengan
temuan-temuan yang diperoleh.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Gaya
Bahasa
Gaya bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
merupakan pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam bertutur atau
menulis; pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek tertentu; keseluruhan
ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra; cara khas dalam menyatakan pikiran
dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan (Depdiknas, 2007:340).
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang digunakan untuk
meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda
atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Secara singkat
penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan konotasi
tertentu. Secara singkat (Guntur Tarigan, 1985:5) mengemukakan bahwa gaya
bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan
menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak atau pembaca.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa gaya bahasa adalah pengaturan kata-kata oleh penulis dalam
mengekspresikan ide, gagasan, dan pengalamannya untuk mempengaruhi dan
meyakinkan para pembaca.
Bahasa dalam cerpen kadang menggunakan bahasa yang
“bersayap,” cenderung konotatif dan ambigu (bermakna lebih dari satu). Bahasa
ambigu membuat koran menjadi tidak kering.
3.2.
Jenis-Jenis Gaya Bahasa
Dalam kaitannya dengan gaya bahasa yang berlaku di
Indonesia, gaya bahasa dapat ditinjau dari bermacam-macam sudut pandang. Guntur
Tarigan (1985:5-6) membedakan gaya bahasa menjadi empat, yaitu: (1) gaya bahasa
perbandingan, (2) gaya bahasa pertentangan, (3) gaya bahasa pertautan,
dan (4) gaya bahasa perulangan.
Akan tetapi yang fokus terhadap gaya bahasa
dalam pembahasan ini adalah pada gaya bahasa perbandingan.
Menurut Henry Guntur Tarigan, gaya bahasa
perbandingan mencakup sepuluh jenis, antara lain: (1) perumpamaan, (2)
merafora, (3) personifikasi, (4) depersonifikasi, (5) alegori, (6) antitesis,
(7) pleonasme dan tautologi, (8) perifrasis, (9) antisipasi, dan (10) koreksio.
3.3. Deskripsi
penggunaan gaya bahasa perbandingan dalam cerpen “Janda”
Sesuai dengan namanya, gaya bahasa perbandingan
mencoba membandingkan dua hal yang sama atau dua hal yang berbeda. Dengan gaya
bahasa perbandingan, kita akan mengetahui unsur-unsur apa saja yang dianggap
sama, dan unsur-unsur apa pula yang dianggap berbeda atau bahkan bertentangan
satu sama lain.
Berdasarkan hasil analisis, maka gaya bahasa perbandingan
yang terdapat pada cerpen “Janda” dalam majalah Mutiara edisi 334 (10 April-23 April
1985) adalah:
a. Perumpamaan
Gaya bahasa perumpamaan adalah gaya bahasa yang
membandingkan dua hal yang berbeda sehingga dianggap memiliki unsur-unsur
persamaan yang diantara keduanya. Dalam bahasa latin, perumpamaan disebut
simile yang bermakna seperti. Menyebut sesuatu dengan seperti, berarti
sifat-sifat atau ciri-ciri pokok yang melekat pada sesuatu yang akan
dibandingkan, seolah disamakan sehingga menjadi tidak tampak.
Contoh dalam cerpen Janda:
Biar
lambat asal selamat.
artinya: Mengutamakan keselamatan dalam mencapai tujuan atau sesuatu
yang sudah pasti jangan digesa-gesakan agar hasil yang diperoleh lebih baik
lagi.
b. Metafora
Metafora adalah pemakain kata-kata bukan arti yang
sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau
perbandingan (Poerwadarminta, 1976:648). Metafora adalah sejenis gaya bahasa
perbandingan yang singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua
gagasan. Gagasan yang pertama adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan,
sesuatu yang menjadi objek. Gagasan yang kedua merupakan pembanding terhadap
kenyataan pertama tersebut (Tarigan, 1983:14: 1985:183).
Contoh dalam cerpen Janda:
-
Memasuki
meja perjudian, saya jelas ingin
keluar sebagai pemenang.
artinya: pertaruhan mengadu untung
-
…
dengan gampang menyalakan lampu hijau
bagi saya?
artinya: memberikan tanda bahwa diberi kesempatan baik.
-
Saya
memberi garis tebal pada Nyonya.
artinya: memberikan penegasan
-
Semua
saya terima dengan jiwa besar.
artinya: keberanian
untuk memaafkan sekaligus melupakan perbuatan yang penah dilakukan oleh orang
lain.
Secara etimologis, personifikasi berasal dari bahasa
latin, persona yang berarti orang, pemain, pelaku, aktor, subjek, atau topeng
dalam permainan drama atau sandiwara. Dengan gaya bahasa personifikasi, kita
memberikan ciri-ciri atau kualitas pribadi seseorang kepada gagasan atau
benda-benda tidak bernyawa sehingga benda-benda tidak bernyawa itu seolah-olah
menjadi hidup atau bernyawa seperti layaknya manusia.
Dalam redaksi yang berbeda, personifikasi adalah
gaya bahasa perbandingan yang mengandaikan benda-benda mati, termasuk gagasan
atau konsep-konsep yang abstrak, berperilaku seperti manusia yang bisa menggerakkan
seluruh tubuhnya, berkata-kata, bernyanyi, bersiul, berlari, manari, melihat,
dan sebagainya.
Contoh dalam cerpen Janda:
-
Melihat
darah yang belepotan tumpah diatas
baju, menyiram wajah.
-
Baru
saya rasakan nyeri yang menggigit di
kepala.
-
Satu
suara lembut menambah kadar kesadaran
saya.
-
Sebuah
Toyota DX warna metalik menyikat saya
dari belakang.
-
Mobil yang berlari kecepatan
tinggi memberi daya dorong yang kuat.
artinya: kata menyiram, menggigit, lembut, menyikat,
berlari merupakan pokok yang dibandingkan itu seolah-olah berwujud manusia
atau benda-benda mati yang bertindak dan berbuat seperti manusia atau
perwatakan manusia.
d. Depersonifikasi
Depersonifikasi (pembendaan), adalah kebalikan dari
gaya bahasa personifikasi atau penginsanan.
Contoh dalam cerpen Janda:
-
Saya ingin menjadi busur yang
baik, yang akan melontarkan anak panah ke masa depan.
e. Alegori (fabel dan parabel)
Alegori berasal dari bahasa Yunani, allegorein, yang berarti bicara secara
kias atau bicara dengan menggunakan kias. Alegori adalah cerita yang dikisahkan
dalam lambang-lambang, yakni metafora yang diperluas dan berkesinambungan,
tempat atau wadah objek-objek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan.
Fabel adalah sejenis alegori, yang di dalamnya
binatang-binatang berbicara dan bertingkah laku seperti manusia.
Parabel (atau cerita yang berkaitan dengan kitab
suci) juga merupakan alegori singkat yang mengandung pengajaran mengenai moral
dan kebenaran.
Contoh dalam cerpen Janda:
-
Bukankah Nabi Muhammad kawin pertama
kali dengan seorang janda?
artinya: Termasuk kategori parabel
(cerita tentang Nabi Muhammad)
f. Antitesis
Antitesis berarti lawan yang tepat atau pertentangan
yang sebenarnya (Poerwadarminta, 1976:52). Antitesis adalah sejenis gaya
bahasa yang mengadakan perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang
mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan.
Antitesis membuat laporan jurnalistik yang sifatnya
faktual, menjadi seolah-olah karya fiksi yang sifatnya imajisional. Artinya
sangat sarat dengan lukisan suasana serta pengembangan karakter khas dari para
pelaku yang terlibat dalam cerita itu.
Contoh dalam cerpen:
-
Saya
tertawa karena lucu tapi juga sedih.
artinya: Tertawa mempunyai arti melahirkan rasa
gembira namun dibandingkan dengan sedih yang mempunyai arti menimbulkan rasa
susah dalam hati.
g. Pleonasme dan Tautologi
Pelonasme adalah pemakain kata mubazir atau
berlebihan yang sebenarnya tidak perlu (Poerwadarminta, 1976:76). Suatu acuan
disebut pleonasme apabila kata yang berlebihan itu dihilangkan (Keraf,
1985:133).
Pleonasme bisa juga merupakan penegasan terhadap
suatu kata atau konsep yang sudah tegas dan jelas. Sedangkan tautologi adalah
penegasan terhadap suatu hal yang mengandung unsur perulangan tetapi dengan
menggunakan kata-kata yang lain.
Contoh pleonasme dalam cerpen Janda:
-
…
kamu mau kawin dengan siapapun Ibu rela,
ridho, merestui.
artinya: bersedia dengan ikhlas hati.
-
Ya,
kita adakan semacam sidang, atau musyawarah dengan keluarga.
artinya: pertemuan untuk membicarakan sesuatu.
-
Malah
saya berterimakasih dan bersyukur.
artinya: mengucap syukur; melahirkan rasa syukur atau
membalas budi setelah menerima kebaikan.
-
…
semua lelaki perayu, tukang bohong,
dan tak bisa dipercaya.
artinya: apa yang diucapkan tidak sesuai dengan kenyataan.
h. Perifrasis
Perifrasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan
pleonasme, kedua-duanya menggunakan kata-kata lebih banyak daripada yang
dibutuhkan. Pada gaya bahasa perifrasis, kata-kata yang berlebihan itu pada
prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja (Keraf, 1985:134).
Contoh dalam cerpen Janda:
-
… seorang perempuan untuk saya jadikan
permaisuri di atas kerajaan yang saya bangun.
artinya: (=
istri)
-
“Kapan kamu percepat menghabiskan masa
bujangmu?”
artinya: (=
menikah)
-
Tiba-tiba saya merasa langit berwarna hitam
dan ambruk menimpa saya.
artinya: (=mendung
dan hujan)
-
Mobil itu terus tancap gas dan
menghilang di balik tirai pancuran air dari langit.
artinya: (=
hujan)
i. Antisipasi
Antisipasi berasal dari bahasa latin anticipatio yang berarti mendahului atau
penetapan yang mendahului sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi.
Contoh dalam cerpen Janda:
-
Saya
sudah berhati-hati meniti jalan
bersama Honda Bebek. Toh yang namanya celaka
selalu hadir di luar rencana dan cita-cita.
j. Koreksio
Koreksio adalah gaya bahasa yang berwujud semula ingin
menegaskan sesuatu. Tetapi kemudian memeriksa dan memperbaikinya mana yang
salah (Tarigan, 1985:34-35).
Contoh dalam cerpen Janda:
-
Bapak
menggaet Ibu ketika Ibu sudah punya dua
anak, eh, satu anak.
artinya:
mula-mula menegaskan sudah punya dua anak,
tetapi kemudian memperbaikinya (mungkin karena salah ucap) menjadi satu anak.
5. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan temuan data dalam menganalisis
penggunaan gaya bahasa pada cerpen “Janda” dalam majalah Mutiara edisi 334 (10 April-23
April 1985) dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Penggunaan bahasa dalam cerpen “Janda” mengandung
unsur-unsur gaya bahasa perbandingan.
2) Jumlah seluruh penggunaan gaya bahasa
perbandingan pada cerpen
“Janda” dalam majalah Mutiara edisi 334 (10 April-23 April 1985)
adalah 23 majas, yang terdiri atas:
- 1 Perumpamaan; -
1 Antitesis;
- 4 Metafora; -
4 Pleonasme dan Tautologi;
- 5 Personifikasi; -
4 Perifrasis;
- 1 Depersonifikasi; - 1 Antisipasi atau Prolepsis; dan
- 1 Alegori (Parabel); - 1 Koreksio.
Sehubungan dengan hasil penelitian ini, sejumlah
saran penulis kemukakan kepada peneliti selanjutnya, agar hasil penelitian ini
bisa menjadi acuan penelitian lebih lanjut serta dengan mengembangkan
kemungkinan-kemungkinan terhadap unsur-unsur kebahasaan yang lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Depdiknas.
2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
http://id.wikipedia.org/wiki/Majas
(online) diakses tanggal 16 Juni 2012.
Keraf, Gorys. 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta:
Gramedia.
Poerwadarminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung:
Angkasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar