KRITIK EKSPRESIF
DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU UTAMI
Ditulis untuk Memenuhi Tugas
Individu
Mata Kuliah Kritik Sastra
Dosen Pengampu : Dra. Ambarini Asriningsari, M.Hum.
Oleh:
ARDI SETIYAWAN
NPM
10410022
Kelas
5A
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
IKIP PGRI SEMARANG
2012
KRITIK EKSPRESIF DALAM NOVEL SAMAN KARYA AYU
UTAMI
Ayu
Utami lahir di Bogor, 21 November 1968. Ayu Utami masuk ke Fakultas Sastra
Jurusan Sastra Rusia Universitas Indonesia (UI). Ayu Utami pernah menjalani
dunia model setelah menjadi finalis wajah Femina tahun 1990. Kemenangan
cerpennya di majalah Humor menariknya menjadi wartawan di majalah Matra. Ia akhirnya
pindah ke Forum Keadilan, dan D&R.
Setelah
melanglang ke majalah D&R selama setengah tahun dan di BBC selama beberapa
bulan, akhirnya Ayu Utami menemukan tempat terakhirnya yaitu Komunitas
Utan Kayu. Ia masih bisa mengembangkan sayap kewartawanannya sebagai
Redaktur Jurnal Kebudayaan. Di sinilah Ayu Utami melahirkan Novel SAMAN, yang kemudian membuat
heboh di tengah masa krisis moneter.
Tulisan Ayu banyak mengenai kehidupan sehari-hari yang
sederhana, tetapi menekankan aspek keadilan dan hak-hak sipil. Seperti yang
tercermin dalam novel Saman. Novel
ini pertama kali terbit April 1998, oleh penerbit Kepustakaan Populer Gramedia.
Tokoh
problematik dalam novel Saman adalah tokoh yang bernama Saman. Saman
ditentukan sebagai tokoh problematik karena Saman merupakan tokoh yang
mempunyai masalah paling banyak dalam cerita dibandingkan dengan tokoh-tokoh
lainnya. Melalui masalah-masalah tersebut pengarang memberikan solusi atas
permasalahan yang sedang dihadapinya.
Masalah
pertama yang dihadapi oleh Saman yaitu muncul ketika ia telah diangkat menjadi
seorang pastor dan ia berkeinginan untuk ditugaskan di desa tempat masa
kecilnya mengalami suatu perjalanan aneh yang tidak pernah ia ceritakan kepada
siapa pun. Akan tetapi Saman takut kalau keinginannya tidak sesuai dengan
keputusan yang diberikan oleh Uskup.
Hal
ini dapat dilihat pada kutipan di bawah ini:
“Sesungguhnya, persoalan itulah yang ingin
dibicarakan Wisanggeni. Dengan hati-hati ia ungkapkan keinginannya. Ia berharap
ditugaskan di Perabumulih. Kenapa, tanya yang senior. Saya lulusan institut
pertanian, jawabnya. Saya kira banyak yang bisa saya kerjakan di daerah
perkebunan. Tetapi, kalau begitu Anda cocok ditugaskan di Siberut, pulau kecil
di mana Gereja Katolik punya akar cukup besar di antara penduduk pedalaman yang
nomaden, yang mayoritas hidup dari mengumpul panen alam tanpa bertani. Wis
mencoba bertahan.”
(Ayu Utami, 1998:42)
Novel Saman dikemas oleh pengarang sangat
serius tapi santai, bercerita
tentang bagaimana penindasan orang yang tinggal di Perabumulih. Melihat
kekerasan yang dilakukan oleh aparat militer, Saman dan teman-temannya berusaha
untuk melawan dan memprotes tindakan tersebut. Akan tetapi protes dan
perlawanan yang dilakukan oleh Saman membuat dirinya ditangkap dan dimasukkan
ke ruang penyekapan. Sedangkan Anson dan teman-temannya berhasil lolos dari
kejaran aparat militer. Selama di ruang penyekapan Saman selalu disiksa untuk dimintai keterangan tentang
keberadaan Anson dan teman-temannya. Saman sudah putus asa akan keadaan yang
menimpanya. Dalam novel
tersebut, usaha yang dilakukan oleh Saman ternyata hanya bisa
menunda usaha penggusuran dusun selama beberapa bulan saja bahkan hampir
setahun.
Melalui tokoh Saman pengarang ingin
mengkritik pemerintahan Orde Baru yang sewenang-wenang terhadap rakyat,
Selengkapnya download FILE di sini.
Selengkapnya download FILE di sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar