ANALISIS NOVEL JATISABA KARYA RAMAYDA AKMAL
MELALUI PENDEKATAN OBJEKTIF, MIMETIK, EKSPRESIF, DAN PRAGMATIK
==============================================================
SINOPSIS
NOVEL JATISABA KARYA RAMAYDA AKMAL
Cerita diawali dengan perjalanan tokoh utama bernama Mae kembali ke kampung halamannya. Tokoh ini menghabiskan masa kecilnya di kampung bernama Jatisaba dan karena berbagai hal ia sekeluarga harus meninggalkan kampung tersebut. Kohesi sosial yang tinggi diantara penduduk asli membuat Mae merasa terlempar dan asing. Oleh karena itu, di satu sisi, ia merasa memiliki Jatisaba dan seisinya karena tahun-tahun masa kecil yang dilewatinya, tetapi di sisi lain, ia tetap dianggap orang luar yang berbeda dengan penduduk asli.
Posisi dilematis ini membuat tokoh Mae kadang mengambil jarak, mencela kemiskinan, politik kotor, moral yang hancur, ketergantungan penduduk Jatisaba terhadap kekuatan mistis, kemunafikan, dan lain-lain sembari sesekali menemukan pemakluman untuk mereka. Selanjutnya, dalam perjalanannya keluar dari kampung Jatisaba diceritakan Mae terjerat dalam sindikat kejahatan trafficking setelah ia terlebih dahulu menjadi korban. Berbagai situasi memaksanya menjadi agen dan kembali ke kampung halaman untuk mencari korban.
Posisi dilematis ini membuat tokoh Mae kadang mengambil jarak, mencela kemiskinan, politik kotor, moral yang hancur, ketergantungan penduduk Jatisaba terhadap kekuatan mistis, kemunafikan, dan lain-lain sembari sesekali menemukan pemakluman untuk mereka. Selanjutnya, dalam perjalanannya keluar dari kampung Jatisaba diceritakan Mae terjerat dalam sindikat kejahatan trafficking setelah ia terlebih dahulu menjadi korban. Berbagai situasi memaksanya menjadi agen dan kembali ke kampung halaman untuk mencari korban.
Dalam proses
menjaring korban, Mae berusaha memanfaatkan kekacauan politik dalam rangka
pilkades yang tengah melanda kampungnya itu. Motivasi dan cara-cara berpolitik
yang kotor tampak dalam fragmen-fragmen perjalanan pilkades di Jatisaba. Suap,
korupsi, money politic, dan
penggunaan legitimasi ilmu hitam berkelindan di setiap bab-bab novel Jatisaba ini. Hal tersebut
mengisyaratkan bahwa corak politik kotor yang demikian membudaya
tidak hanya dalam skala luas dan besar, tetapi juga pada tataran lebih
kecil dan sederhana.
Kepiawaian dan
pengetahuan penulis, kemampuan memilih diksi dan gaya bercerita yang kuat
tampak dalam menggambarkan perjalanan politik dan menentukan pilihan-pilihan
tertentu dalam mengakhiri cerita politik di novelnya itu. Dalam usaha mencari
korban dan mensiasati kondisi politik di desanya, tokoh Maeseringkali dibantu
oleh seorang dukun Muda bernama Gao yang adalah cinta pertamanya. Kehadiran Gao
seperti menghidupkan lagi gairah dan kemanusiaan Mae yang selama itu ditekan
agar selalu berada di titik terendah, sehingga ia bisa meminimalisasi rasa
bersalah ketika melaksanakan aksinya. Akan tetapi, kenyataan bahwa
Gao sudah beristri, bahwa Gao orang asli Jatisaba, dan berada di
pihak yang membahayakan posisi Mae membuat cinta itu tidak pernah dimenangkan.
Kisah cinta dua
orang ini digambarkan melalui kalimat-kalimat puitis dan mengharukan, yang
melengkapi kekuatan gaya dan teknik novel Jatisaba ini. Keyakinan besar
bahwa Mae mengenal kampung Jatisaba dan mampu mengendalikan serta memanfaatkan
situasi ternyata salah besar. Pada akhirnya, Mae dikhianati oleh orang
kepercayaannya sendiri sehingga tertangkap. Ia terpecundangi oleh masyarakat
kampung yang selalu tak ia mengerti jalan pikirannya. Masyarakat Jatisaba
justru terselamatkan dengan kebodohan, kemiskinan, moral yang cair, dan
kekotoran yang selama ini dipredikatkan Mae kepada mereka.
Ahmad Tohari
menyebut kondisi masyarakat yang tampak pada Jatisaba merupakan kondisi khas
desa ketika menghadapi perubahan sosial dan ekses-eksesnya.Beberapa juri
menganggap munculnya bahasa lokal di dalam Jatisaba sedikit mengganggu
pembacaan. Akan tetapi, penggunaan footnote
yang cukup tertib dapat mengatasi keluhan-keluhan tersebut.
Demikian pula dengan
pemilihan teknik backtracking dalam
beberapa bab novel yang penulis pertahankan walaupun juri menginginkan itu
untuk diubah. Pemilihan teknik tersebut semata-mata berkaitan dengan selera
artistik yang sudah dibangun sebagai satu kesatuan dalam novel Jatisaba. Novel
ini berpotensi sebagai sebuah novel yang inspiratif,konseptual, mempunyai
komitmen tinggi terhadap realitas, dan mampu menyajikan solusi-solusi cerdas
demi perjuangan kemanusiaan.
A.
Analisis melalui Pendekatan Objektif
1.
Tema
Tema
global yang diangkat dari novel ini yaitu tentang aspek-aspek sosial. Ini
terjadi pada masyarakat, yang dapat dilihat dari beberapa segi kehidupan
misalnya saja tentang kemiskinan, romantisme cinta, budaya daerah yang masih
kental, kisruh politik yang yang memang benar terjadi nyata dalam masyarakat
sekarang. Penjelasan lebih detailnya pada novel Jatisaba, karya Ramayda Akmal
dibagi atas 21 bab, berikut ringkasan peristiwa yang terjadi dalam setiap bab:
BAB 1 : Suasana kacau
BAB 2 : Mae pulang kampung
BAB 3 : Mae bertemu Sitas
BAB 4 : Dimulainya pekerjaan Mae
BAB 5 : Negoisasi tanpa kata
BAB 6 : Klepon buatan Musri
BAB 7 : Api dari kayu yang hijau
BAB 8 : Botoh (Ninja- ninja pendukung calon kepala desa)
BAB 9 : Nawu (Mencari ikan di sungai)
BAB 10 : Bambu- bambu mabuk
BAB 11 : Dunia sebundar kemungkinan
BAB 12 : Obong bata
BAB 13 : Nini cowong njaluk udan
BAB 14 : Seikat uban berbau klobot
BAB 15 : Dada kendur yang terlempar kesana- kemari
BAB 16 : Ayam-ayam berpesta
BAB 17 : Ulat dan tubuh-tubuh telanjang
BAB 18 : Padi, singkong dan jagung
BAB 19 : Memperkosamu Gao
BAB 20 : Galangan berlumpur kabut
BAB 21 : Pistol dan tawon
2.
Penokohan
a.
Mainah atau Mae (Licik, jahat)
Dapat dilihat pada kutipan :
“Ingat, kepergian kalian ini demi keluarga.
Percayakan nasib dan keselamatan mereka pada…..” Aku tak bisa melanjutkan kalimat itu. Tuhan tidak berperan sedikit pun
dalam kebrengsekkanku) .” Halaman: 5
“Pertanyaan yang tidak pernah terjawab
sampai sekarang adalah mengapa impian terindah itu harus ditebus dengan
kejahatan besar ini harus dilakukan kepada orang-orang yang justru pada mereka
aku menyimpan sisa kenangan dan kebahagian.” Halaman : 10-11
“Selebihnya mungkin hanya kekejaman setan
yang tertinggala di diriku ini. Bahkan rasa cintaku pada Gao. Kebaikanku pada
Sitas dan anak- anaknya, mungkin kebaikan dan cinta palsu.” Halaman : 171
b.
Malim (Licik, jahat)
“Buat apa surat- surat, kau hanya perlu
berpura-pura sudah mengurus semuanya” kata Malim.” Kita penculik Mae.” Halaman : 112
c.
Gao (Pasrah)
“Gao tidak bisa membela diri dari tuduhan
orang-orang, dan kini aku, tentang praktik perdukunannya yang ganas dan
ceroboh.” Halaman : 136
d.
Mayor tua (Jahat, kejam)
“Kau lebih tau tentang Mayor tua. Dia iblis yang selalu tersenyum.”
Halaman : 101
e.
Sitas (Munafik, suka berbohong, mudah berubah, pandai beralasan, dan suka mencuri)
“Semakin tua, orang akan semakin munafik,
karena orang itu tahu banyak hal, maka ia akan takut banyak hal pula. Karena takut,
ia akan ringan berbohong, mudah berubah dan pandai beralasan. Begitulah,
mungkin aku akan menua, dan semakin mirip Sitas.”Halaman : 18
“Sitas mencuri, karena ia bodoh.” Halaman : 19
f.
Jompro (Licik, bodoh)
“Aku punya penawaran yang mungkin kau sukai.
Pertama, kita sama-sama membutuhkan orang.” Halaman : 49
“ Tanpa dipermalukan pun, Jompro sudah
sangat bodoh memilih Sitas.” Halaman :149
g.
Musri, Sanis dan Kusri (Baik)
“Musri, Sanis dan Kusi adalah dua gadis
Legok. Mereka teman terbaikku.” Halaman : 55
h.
Awae, Zawae , Anak Sitas
(Teraniaya)
“Ibu aku lapar,” ucapnaya cepat. Ia berfikir
bahwa setelah orang bekerja, dia berhak meminta imbalan, meminta makan. tangan
Sitas langsung mendarat di kepala Awae.”
Halaman :
173
i.
Pontu, Suami Sitas (Tidak pemberani,
pengecut)
“Aku juga tak habis piker, mengapa Sitas mau
melakukan semua ini. Lihat saja suaminya, betul-betul seperti kambing berbaju
ninja. Grasa- grusu tanpa tujuan dan tidak bisa mengatakan apa-apa..”Halaman : 135
j.
Joko (Jujur, adil)
“Kemenangan mutlak milik Joko” Kepala desa
yang reformis, jujur dan adil adalah Joko.” Halaman : 292
k.
Mardi ( Tidak sombong)
“Kenapa Pak Mardi duduk di tikar, mbah?”tanyaku kepada Bangkring.
“Mereka itu tuan rumah. Harus prihatin.” Halaman : 12
3.
Latar
Latar dibedakan menjadi :
a. Latar Tempat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar